Jumat, 20 Desember 2019

Resensi Novel "Tuhan Maha Asyik" karya Sujiwo Tejo



TUHAN MAHA ASYIK

Sujiwo Tejo


Judul Buku      : Tuhan Maha Asyik
pengarang      : Sujiwo Tejo & Dr. M. N. Kamba
tahun Terbit  : Cetakan IV April, 2017
penerbit          : Imania
halaman         : 245 halaman

Buku novel “Tuhan Maha Asyik” dibuka dengan sebuah lirik lagu berbahasa jawa yang ditulis dan dinyanyikan sendiri oleh Sujiwo Tejo. Menariknya juga terdapat bar-code yang bisa dipindai menuju link untuk mengunduh lagu tersebut.

Dilanjutkan prolog yang ditulis oleh Putu Setia. Dia menceritakan tentang sanyasin atau pendeta yang mengibaratkan Tuhan bisa dimana saja dan bisa menjadi siapa saja. Kemanapun dan dimanapun kamu akan melihat wajah Tuhan.

"Wayang 1" adalah judul pertama dalam buku ini. Menceritakan beberapa anak yang membahas tentang pedalangan dan wayang. Buchori, Kapitayan, Christine dan Parwati diceritakan sedang berlatih dan setelah itu menonton pertunjukan wayang. Terapat penjelasan pula bahwa “aktivitas” wayang adalah kehendak dari dalang, wayang tidak dapat “protes” terhadap apa yang terjadi. Hal ini berlaku untuk wayang golek atau wayang kulit. Berbeda apabila dalam wayang orang, dimana para wayang dapat berimprovisasi sesuai dengan kehendaknya tetapi tidak keluar dari jalan cerita yang ditetapkan oleh dalang. Cerita ini mengibaratkan bahwa setiap kehendak manusia apapun yang dijalani adalah sudah skenario dan kehendak Tuhan pula. Apapun hasilnya, baik dengan atau tanpa jalan dari Tuhan sejatinya itu adalah “restu” Tuhan.

Masih terdapat sekitar 27 judul lagi dalam buku ini yang akan membicarakan tentang Tuhan. Seperti biasanya, Sujiwo Tejo bercerita tidak jauh dari pewayangan atau hal-hal yang berkaitan dengan wayang. Seperti kehidupan, tiap bagian cerita berhubungan ada yang langsung dan ada yang tidak langsung. Sujiwo Tejo dan Nursamad Kamba membawa pembaca dalam mengenal Tuhan secara asyik karena memang Tuhan Maha Asyik. Sehingga dalam belajar mengenal Tuhan, pembaca tidak terlalu dipusingkan dengan hal-hal diluar pemahamannya karena buku ini seperti orang yang saling berbincang di warung kopi membahas tentang Ketuhanan. Ringan dan menyenangkan.

Segala peristiwa yang terjadi selama ini merupakan wahyu Tuhan. Dalam hal ini Tuhan juga memberikan wahyu tersebut kepada orang yang memang tepat sebagai perantara menurut-Nya.
“Tuhan mewahyukan teori hukum gravitasi, misalnya kepada Isaac Newton, bukan kepada orang-orang yang hafal firman-firman-Nya. Karena Newton-lah yang paling potensial secara intelektual, memiliki kemampuan teknis untuk menjabarkannya.” (hlm. 79).

Dalam buku ini Sujiwo Tejo menggambarkan bahwa manusia sebenarnya hidup dalam ruangan yang gelap, ruangan ini sebenarnya tidak kosong tetapi belum ada cahaya yang menerangi ruang tersebut. Maka munculah wahyu yang berupa cahaya-cahaya itu seperti teori-teori yang membuka mata dan pikiran kita.

Selain itu, dari beragam maksud disetiap babnya yang mengenalkan kita kepada Tuhan. Sujiwo Tejo menutupnya dengan mengembalikan Tuhan pada diri sendiri, yang berarti bahwa Tuhan itu memang dekat. Siapa yang mengenal dirinya niscaya mengenal Tuhan-nya. Sepertinya ungkapan itu yang saya rasa diulang-ulang di beberapa bab secara tidak langsung.

Buku ini bisa dibaca oleh siapa saja. Baik bagi kamu yang ingin mengenal Tuhan atau yang sedang “mencari” Tuhan. Tapi kawan, sejatinya Tuhan tak perlu kamu cari, atau mungkin kamu sedang tidak kenal diri?


Motivasi Sujiwo Tejo menulis novel Tuhan Maha Asik

Budayawan Sujiwo Tejo merilis buku barunya yang ia beri judul 'Tuhan Maha Asyik'. Ditulis bersama akademisi Nur Samad "Buya" Kamba, Sujiwo mengurai beberapa kisah tentang keberagaman agama, dalam bahasa yang ringan dan mudah dipahami.

Kisah-kisah yang ditulis Sujiwo dan Buya Kamba menjelaskan bahwa Tuhan sangat asyik ketika tidak dikurung paksa dalam penamaan-penamaan dan pemaknaan-pemaknaan. Menurut keduanya, Tuhan tidak bisa dipikirkan dan dikonsepsikan. Alih-alih, Tuhan harus ditemukan dan penemuan itulah yang membuat pengalaman itu menjadi sangat asyik.

"Kenapa saya mengusulkan ada buku ini? Dan kata banyak orang ini kebetulan sekali terbitnya. Memang banyak sekali kebetulan dalam hidup saya. Beberapa bulan lalu saya kerjanya baca Al-Fatihah, tiap saat. Tapi lama-lama takut juga karena apa yang saya lihat kejadian," ujar Sujiwo saat perilisan bukunya di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (21/12) malam.

Sumber : CNN.com





Biografi Sujiwo Tejo


         Agus Hadi Sudjiwo (lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 57 tahun) atau lebih dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia seni yang lebih disenanginya. Sujiwo Tejo dikenal sebagai seorang dalang, yang juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan bahkan disebut seorang budayawan. Karya dan pentasnya mengajak kita untuk mengenang masa depan karena masa depan kita ada di belakang, ada pada akar budaya Indonesia yang dibanggakannya. Keinginannya mengangkat akar budaya Indonesia menghasilkan kepeduliannya yang tinggi agar kesenian Indonesia merujuk pada akar budaya tapi diolah dengan metabolisme kreatif sehingga tidak menjadi kuno. Dalam metabolism itu tetap dicerna seluruh hal yang datang dari luar. Dengan pendekatan ini, Indonesia akan dikenali juga sebagai negara yang memiliki seni dan budaya yang modern.  Sempat menjadi wartawan di harian Kompas selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".

Dalam aksinya sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar