Resensi Novel “Hujan”
Karya Tere Liye
Identitas Buku
Judul : HUJAN
Pengarang : Tere Liye
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota terbit : Jakarta
Cetakan : Cetakan ketiga Januari
2016
Tebal halaman : 320 halaman, 20cm
Sinopsis Buku
Novel
“Hujan” menceritakan kisah cinta dan
perjuangan hidup seorang gadis bernama Lail, saat berusia 13 tahun ia menjadi
yatim piatu. Pada hari pertamanya sekolah, bencana gunung meletus dan gempa
dahsyat menghancurkan kota tempat tinggalnya dan membunuh ibu serta ayahnya.
Letusan gunung api purba yang melebihi letusan Gunung Tambora dan Gunung
Krakatau. Beruntung ia diselamatkan oleh seorang anak berusia 15 tahun bernama
Esok, ibu Esok tidak meninggal namun kedua kakinya terpaksa diamputasi.
Selama
hampir satu tahun Lail dan Esok tinggal di pengungsian, mereka tidak
terpisahkan, orang-orang mengenal Esok dan Lail. Mereka berdua juga membantu
para petugas pengungsian. Hingga akhirnya pemerintah mengumumkan untuk menutup
tempat pengungsian, hal ini membuat Esok dan Lail berpisah. Lail akan ditinggal
di panti sosial sedangkan Esok ternyata di adopsi oleh salah satu keluarga.
Tenyata di panti sosial Lail mendapat teman sekamar yang ceria, lucu dan penuh
semangat bernama Maryam, Maryam memiliki rambut kribo yang halus. Di panti
sosial terdapat beberapa peraturan yang harus dilaksanakan oleh Lail dan
Maryam.
Lail
terkadang rindu pada Esok, hingga akhirnya mereka memiliki jadwal pertemuan
rutin, hanya sebulan sekali, namun bagi Lail itu sudah lebih dari cukup. Mereka
bertemu untuk berbagi cerita aktivitas mereka masing-masing. Sayangnya jadwal
rutin itu harus berubah saat Esok harus melanjutkan pendidikannya di Ibu Kota,
mereka hanya bisa bertemu saat liburan semester saja.
Lail
menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang bermanfaatnya. Lail dan Maryam
mendaftar diri dalam Organisasi Relawan dan mereka merupakan Relawan termuda,
mereka juga mengukir prestasi salah satunya adalah mereka ditempatkan di sektor
2, dimana terdapat dua kota kembar di hulu dan hilir yang di pisahkan jarak
50km. Saat itu bendungan di hulu sungai retak dan apabila bendungan itu jebol
akan menghancurkan dua kota kembar itu, hanya ada satu cara mencapai hilir saat
itu yaitu berlari secepat mungkin menerjang badai. Mereka berdua berhasil
memperingatkan kota itu dan jasa mereka ternyata membuat mereka memperoleh
penghargaan.
Kesibukannya
membuat Lail mampu mengalihkan rindunya. Esok selalu datang mengunjungi Lail
dengan membawa sepeda merah yang dulu saat bencana selalu mereka pakai lengkap
dengan topi yang Lail berikan. Esok datang tanpa terduga. Sayangnya intensitas
pertemuan mereka semakin jarang. Mereka hanya dapat bertemu satu tahun sekali
itupun kalau Esok tidak sibuk. Lail tidak pernah menghubungi Esok, dia terkadang
bertanya kabar Esok pada Ibunya dan Esokpun demikian. Dan ternyata keluarga
yang mengadopsi Esok adalah keluarga Wali Kota.
Singkat
cerita ternyata Esok tengah mengerjakan sebuah kapal luar angkasa yang akan
membawa penduduk bumi ke luar angkasa untuk menghindari bencana yang lebih
besar dari gunung meletus, bencana itu adalah suhu bumi yang akan semakin lama
semakin panas karena kerusakan stratosfer yang diakibatkan oleh keegoisan
manusia. Sejak bencana gunung meletus, iklim di bumi tidak terkendali, para
petinggi negara telah mengadakan KTT untuk memecahkan hal ini, namun para
petinggi negara sub tropis dan tropis berlomba-lomba mengirimkan pesawat
ulang-aling untuk menyemprotkan gas anti sulfur dioksida di lapisan stratosfer.
Dalam jangka waktu yang singkat, hal ini membuat iklim berangsur pulih namun
masalah baru muncul.
Kecerdasan
Esok membuatnya terlibat dalam proyek pembuatan kapal ini. penduduk yang dapat
pergi meninggalkan bumi juga tidak semua, mereka dipilih secara acak. Sayangnya
Esok memiliki dua tiket dalam kapal tersebut, suatu ketika Wali Kota datang
pada Lail, memintanya untuk memberikan tiket itu pada Claudia anak Wali Kota
apabila Lail mendapatkan tiket itu dari Esok. Terjadi kesalahpahaman dalam hal
ini. Lail tumbuh dewasa dan ia seperti mengerti perasaannya. Lail membutuhkan
kepastian Esok, satu hari sebelum pengumuman resmi dari pemerintah, Lail sama
sekali belum mendapat kabar dari Esok, perasaannya kalut. Hingga pada
detik-detik menjelang penerbangan kapal ini Lail justru memutuskan untuk masuk
ke ruang modifikasi ingatan, Lail ingin menghilangkan semua bebannya,
menghapusnya dari ingatannya. Esok yang ternyata tengah menjalani proses
pemindahan data hingga tak bisa menghubungi Lail, tak dapat menghentikan proses
operasi itu, sekalipun ia telah membuat banyak teknologi canggih diseluruh
dunia, Esok terlambat untuk mencegah Lail melakukan hal itu. Esok tak ingin
Lail melupakannya.
Namun
akhirnya pada detik-detik terakhir, sebelum alat modifikasi itu bekerja Lail
memutuskan untuk memeluk erat semua kenangan menyakitkannya. Benang merah yang
menandakan kenangan menyakitkan telah berubah menjadi benang berwarna biru.
Lail tidak melupakan Esok. Hari itu juga pemerintah mengumukan penerbangan
kapal luar angkasa itu, Lail dan Esok tetap tinggal di bumi bersama-sama, satu
bulan kemudian mereka menikah. Elijah, fasilitator Lail diruang operasi
mengerti bahwa bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa
yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia
tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.
Komentar:
Bahasa yang digunakan pengarang mudah
dipahami sehingga dapat memvisualkan pembaca saat menikmati buku ini. Sampulnya
juga terlihat menarik. Isi ceritanya bagus dan cocok untuk kalangan anak muda,
cerita cinta saat remaja. Dapat menginspirasi pembaca dan memberikan kesan
setelah selesai membacanya. Bahasa puitis yang terkandung di novel “Hujan” memberi nilai estetik dan sangat
memberi rasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar