Rabu, 04 Desember 2019

Resensi Novel "Hujan" karya Tere Liye


Resensi Novel “Hujan
Karya Tere Liye





Identitas Buku
Judul                           : HUJAN
Pengarang                   : Tere Liye
Penerbit                       : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota terbit                   : Jakarta
Cetakan                       : Cetakan ketiga Januari 2016
Tebal halaman             : 320 halaman, 20cm

Sinopsis Buku
Novel “Hujan” menceritakan kisah cinta dan perjuangan hidup seorang gadis bernama Lail, saat berusia 13 tahun ia menjadi yatim piatu. Pada hari pertamanya sekolah, bencana gunung meletus dan gempa dahsyat menghancurkan kota tempat tinggalnya dan membunuh ibu serta ayahnya. Letusan gunung api purba yang melebihi letusan Gunung Tambora dan Gunung Krakatau. Beruntung ia diselamatkan oleh seorang anak berusia 15 tahun bernama Esok, ibu Esok tidak meninggal namun kedua kakinya terpaksa diamputasi.
Selama hampir satu tahun Lail dan Esok tinggal di pengungsian, mereka tidak terpisahkan, orang-orang mengenal Esok dan Lail. Mereka berdua juga membantu para petugas pengungsian. Hingga akhirnya pemerintah mengumumkan untuk menutup tempat pengungsian, hal ini membuat Esok dan Lail berpisah. Lail akan ditinggal di panti sosial sedangkan Esok ternyata di adopsi oleh salah satu keluarga. Tenyata di panti sosial Lail mendapat teman sekamar yang ceria, lucu dan penuh semangat bernama Maryam, Maryam memiliki rambut kribo yang halus. Di panti sosial terdapat beberapa peraturan yang harus dilaksanakan oleh Lail dan Maryam.
Lail terkadang rindu pada Esok, hingga akhirnya mereka memiliki jadwal pertemuan rutin, hanya sebulan sekali, namun bagi Lail itu sudah lebih dari cukup. Mereka bertemu untuk berbagi cerita aktivitas mereka masing-masing. Sayangnya jadwal rutin itu harus berubah saat Esok harus melanjutkan pendidikannya di Ibu Kota, mereka hanya bisa bertemu saat liburan semester saja.
Lail menyibukkan dirinya dengan aktivitas yang bermanfaatnya. Lail dan Maryam mendaftar diri dalam Organisasi Relawan dan mereka merupakan Relawan termuda, mereka juga mengukir prestasi salah satunya adalah mereka ditempatkan di sektor 2, dimana terdapat dua kota kembar di hulu dan hilir yang di pisahkan jarak 50km. Saat itu bendungan di hulu sungai retak dan apabila bendungan itu jebol akan menghancurkan dua kota kembar itu, hanya ada satu cara mencapai hilir saat itu yaitu berlari secepat mungkin menerjang badai. Mereka berdua berhasil memperingatkan kota itu dan jasa mereka ternyata membuat mereka memperoleh penghargaan.
Kesibukannya membuat Lail mampu mengalihkan rindunya. Esok selalu datang mengunjungi Lail dengan membawa sepeda merah yang dulu saat bencana selalu mereka pakai lengkap dengan topi yang Lail berikan. Esok datang tanpa terduga. Sayangnya intensitas pertemuan mereka semakin jarang. Mereka hanya dapat bertemu satu tahun sekali itupun kalau Esok tidak sibuk. Lail tidak pernah menghubungi Esok, dia terkadang bertanya kabar Esok pada Ibunya dan Esokpun demikian. Dan ternyata keluarga yang mengadopsi Esok adalah keluarga Wali Kota.
Singkat cerita ternyata Esok tengah mengerjakan sebuah kapal luar angkasa yang akan membawa penduduk bumi ke luar angkasa untuk menghindari bencana yang lebih besar dari gunung meletus, bencana itu adalah suhu bumi yang akan semakin lama semakin panas karena kerusakan stratosfer yang diakibatkan oleh keegoisan manusia. Sejak bencana gunung meletus, iklim di bumi tidak terkendali, para petinggi negara telah mengadakan KTT untuk memecahkan hal ini, namun para petinggi negara sub tropis dan tropis berlomba-lomba mengirimkan pesawat ulang-aling untuk menyemprotkan gas anti sulfur dioksida di lapisan stratosfer. Dalam jangka waktu yang singkat, hal ini membuat iklim berangsur pulih namun masalah baru muncul.
Kecerdasan Esok membuatnya terlibat dalam proyek pembuatan kapal ini. penduduk yang dapat pergi meninggalkan bumi juga tidak semua, mereka dipilih secara acak. Sayangnya Esok memiliki dua tiket dalam kapal tersebut, suatu ketika Wali Kota datang pada Lail, memintanya untuk memberikan tiket itu pada Claudia anak Wali Kota apabila Lail mendapatkan tiket itu dari Esok. Terjadi kesalahpahaman dalam hal ini. Lail tumbuh dewasa dan ia seperti mengerti perasaannya. Lail membutuhkan kepastian Esok, satu hari sebelum pengumuman resmi dari pemerintah, Lail sama sekali belum mendapat kabar dari Esok, perasaannya kalut. Hingga pada  detik-detik menjelang penerbangan kapal ini Lail justru memutuskan untuk masuk ke ruang modifikasi ingatan, Lail ingin menghilangkan semua bebannya, menghapusnya dari ingatannya. Esok yang ternyata tengah menjalani proses pemindahan data hingga tak bisa menghubungi Lail, tak dapat menghentikan proses operasi itu, sekalipun ia telah membuat banyak teknologi canggih diseluruh dunia, Esok terlambat untuk mencegah Lail melakukan hal itu. Esok tak ingin Lail melupakannya.
Namun akhirnya pada detik-detik terakhir, sebelum alat modifikasi itu bekerja Lail memutuskan untuk memeluk erat semua kenangan menyakitkannya. Benang merah yang menandakan kenangan menyakitkan telah berubah menjadi benang berwarna biru. Lail tidak melupakan Esok. Hari itu juga pemerintah mengumukan penerbangan kapal luar angkasa itu, Lail dan Esok tetap tinggal di bumi bersama-sama, satu bulan kemudian mereka menikah. Elijah, fasilitator Lail diruang operasi mengerti bahwa bukan melupakan yang jadi masalahnya. Tapi menerima. Barangsiapa yang bisa menerima, maka dia akan bisa melupakan, hidup bahagia. Tapi jika dia tidak bisa menerima, dia tidak akan pernah bisa melupakan.

Komentar:
            Bahasa yang digunakan pengarang mudah dipahami sehingga dapat memvisualkan pembaca saat menikmati buku ini. Sampulnya juga terlihat menarik. Isi ceritanya bagus dan cocok untuk kalangan anak muda, cerita cinta saat remaja. Dapat menginspirasi pembaca dan memberikan kesan setelah selesai membacanya. Bahasa puitis yang terkandung di novel “Hujan” memberi nilai estetik dan sangat memberi rasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar