Judul :
Simfoni Dua
Penulis :
Subagio Sastrowardoyo
Cetakan : V,
1995
Penerbit :
Balai Pustaka
ISBN :
979-407-26-48
Puisi-puisi Subagio umumnya
dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam. Tidak dapat
ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakan secara dewasa dan
matang. Subagio merupakan penyair yang puisinya tidak terbatas pada puisi. Di
dalam tulisannya tersirat suatu kritikan-kritikan. Dalam cerpen dan
sajak-sajaknya Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh
nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba
mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat nalurinya. Puisi
Subagio sebagian juga bertema tentang kematian atau maut.
Nyanyian Ladang
Kau akan cukup punya istirah
Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya sandang
Buat menikah. Setelah selesai melunas hutang
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya pangan
Buat si ujang. Setelah selesai pergi kondangan
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya ladang
Buat bersawah. Setelah selesai mendirikan kandang
Pak tani, jangan menangis
Contoh puisi Sastrowardoyo
bersifat ironi atau tidak langsung terdapat dalam setiap kata dalam puisi yaitu
puisi “Nyanyian Ladang”. Dengan penggambaran petani yang sangat menderita,
penyair seakan-akan ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah keadaan
petani. Penyair ingin orang-orang tahu keadaan petani untuk kemudian mau peduli
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Namun kata-kata yang dipakai
oleh penyair bukanlah kata-kata yang sebenarnya, tetapi menggunakan kata-kata
yang mempunyai arti kebalikannya.
Di
Ujung Ranjang
Waktu tidur
tak ada yang menjamin
kau bisa bangun lagi
Tidur
adalah persiapan
buat tidur lebih lelap.
di ujung ranjang
menjaga bidadari
menyanyi nina bobo.
Karya
Subagio Sastrowardhoyo, 1982
Sedangkan puisi sastrowardoyo
yang bertema tentang kematian, salah satunya yaitu puisi “Di Ujung Ranjang”.
Dalam puisi ini, Sastrowardoyo menulis kesinisan yang lembut untuk
mengungkapkan kengerian tentang suatu kematian. Dari segi proses kreatif,
ketika menulis puisi, Subagio memanfaatkan betul kekuatan kreatif yang
dimilikinya pada kemampuan menghayati dan memiliki pengetahuan tentang
kehidupan di luar dirinya. Ia menjadi seseorang terbuka bagi segala kemungkinan
mengetahui, mencoba, menolak, menerima, atau member makna baru terhadap
sesuatu.
DOA
DI MEDAN LAGA
Berilah kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk
melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk
melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk
menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutra
Untuk menjaga peradaban ini, untuk
mempertahankan kemanusiaan ini
Karya
Subagio Sastrowardhoyo, 1982
Selain tema-tema yang telah
disebutkan di atas, Sastrowardoyo juga menggunakan tema patriotisme. Contoh
dari tema tersebut yaitu puisi “ Doa di Medan Perang”. Dalam puisi ini terdapat
perjuangan dan pertahanan hidup yang
sesuai dengan setiap larik yang menyatakan bahwa selalu berharap diberi
kemudahan dalam segala hal. Masih ada banyak lagi contoh-contoh puisi yang lain
dan dengan tema yang lain pula.
.....
Biografi Subagyo Sastrowardoyo
(sumber: Badan pengembangan Bahasa dan Kebukuan)
Subagio Sastrowardoyo dilahirkan
di Madiun (Jawa Timur) tanggal 1 Februari 1924. Ayahnya seorang pensiunan
Wedana Distrik Uteran, Madiun, yang bernama Sutejo dan ibunya bernama Soejati.
Subagio menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Ia meninggal dunia di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 1996 dalam usia 72 tahun. Pendidikan Subagio dilakukan di
berbagai tempat, yaitu HIS di Bandung dan Jakarta. Pendidikan HBS, SMP, dan SMA
di Yogyakarta. Pada tahun 1958 berhasil menamatkan studinya di Fakultas Sastra,
Universitas Gadjah Mada dan 1963 meraih gelar master of art (M.A.) dari
Department of Comparative Literature, Universitas Yale, Amerika Serikat.
Subagio pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta
(1954—1958). Ia juga pernah mengajar di almamaternya, Fakultas Sastra, UGM pada
tahun 1958—1961. Pada 1966—1971 ia mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan
Darat (SESKOAD) di Bandung . Selanjutnya, tahun 1971—1974 mengajar di Salisbury
Teacherrs College, Australia Selatan, dan di Universitas Flinders, Australia
Selatan tahun 1974—1981. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai anggota
Dewan Kesenian Jakarta (1982—1984) dan sebagai anggota Kelompok Kerja Sosial
Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN Balai Pustaka (1981). Dalam
sastra Indonesia Subagio Sastrowardoyo lebih dikenal sebagai penyair meskipun
tulisannya tidak terbatas pada puisi. Nama Subagio Sastrowardoyo dicatat
pertama kali dalam peta perpuisian Indonesia ketika kumpulan puisinya Simphoni
terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Tentang kepenyairannya itu, Goenawan Mohamad
mengatakan bahwa sajak-sajak Subagio adalah sajak rendah. Puisinya seolah-olah
dicatat dari gumam. Ia ditulis oleh seorang yang tidak memberi aksentuasi pada
gerak, pada suara keras, atau kesibukan di luar dirinya. Ia justru suatu
perlawanan terhadap gerak, suara keras, serta kesibukan di luar sebab Subagio
Sastrowardoyo memilih diam dan memenangkan diam. Itulah paling tidak sebagian
dari karakter kepenyairan Subagio Sastrowardoyo. Kreativitas Subagio
Sastrowardoyo tidak terbatas sebagai penyair. Oleh karena itu, ia tidak saja
dikenal sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan
cerpenis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar