Minggu, 15 Desember 2019

Resensi Kumpulan Puisi "Simfoni Dua" Karya Subagio Sastrowardoyo



Judul                : Simfoni Dua
Penulis             : Subagio Sastrowardoyo
Cetakan           : V, 1995
Penerbit           : Balai Pustaka
ISBN               : 979-407-26-48

Puisi-puisi Subagio umumnya dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam. Tidak dapat ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakan secara dewasa dan matang. Subagio merupakan penyair yang puisinya tidak terbatas pada puisi. Di dalam tulisannya tersirat suatu kritikan-kritikan. Dalam cerpen dan sajak-sajaknya Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat nalurinya. Puisi Subagio sebagian juga bertema tentang kematian atau maut.

Nyanyian Ladang

Kau akan cukup punya istirah
Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya sandang
Buat menikah. Setelah selesai melunas hutang
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya pangan
Buat si ujang. Setelah selesai pergi kondangan
Pak tani, jangan menangis

Kau akan cukup punya ladang
Buat bersawah. Setelah selesai mendirikan kandang
Pak tani, jangan menangis

Contoh puisi Sastrowardoyo bersifat ironi atau tidak langsung terdapat dalam setiap kata dalam puisi yaitu puisi “Nyanyian Ladang”. Dengan penggambaran petani yang sangat menderita, penyair seakan-akan ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah keadaan petani. Penyair ingin orang-orang tahu keadaan petani untuk kemudian mau peduli untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Namun kata-kata yang dipakai oleh penyair bukanlah kata-kata yang sebenarnya, tetapi menggunakan kata-kata yang mempunyai arti kebalikannya.

Di Ujung Ranjang

Waktu tidur
tak ada yang menjamin
kau bisa bangun lagi

Tidur
adalah persiapan
buat tidur lebih lelap.

di ujung ranjang
menjaga bidadari
menyanyi nina bobo.
Karya Subagio Sastrowardhoyo, 1982

Sedangkan puisi sastrowardoyo yang bertema tentang kematian, salah satunya yaitu puisi “Di Ujung Ranjang”. Dalam puisi ini, Sastrowardoyo menulis kesinisan yang lembut untuk mengungkapkan kengerian tentang suatu kematian. Dari segi proses kreatif, ketika menulis puisi, Subagio memanfaatkan betul kekuatan kreatif yang dimilikinya pada kemampuan menghayati dan memiliki pengetahuan tentang kehidupan di luar dirinya. Ia menjadi seseorang terbuka bagi segala kemungkinan mengetahui, mencoba, menolak, menerima, atau member makna baru terhadap sesuatu.

DOA DI MEDAN LAGA

Berilah kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutra
Untuk menjaga peradaban ini, untuk mempertahankan kemanusiaan ini

Karya Subagio Sastrowardhoyo, 1982

Selain tema-tema yang telah disebutkan di atas, Sastrowardoyo juga menggunakan tema patriotisme. Contoh dari tema tersebut yaitu puisi “ Doa di Medan Perang”. Dalam puisi ini terdapat perjuangan  dan pertahanan hidup yang sesuai dengan setiap larik yang menyatakan bahwa selalu berharap diberi kemudahan dalam segala hal. Masih ada banyak lagi contoh-contoh puisi yang lain dan dengan tema yang lain pula.
 .....


Biografi Subagyo Sastrowardoyo
 (sumber: Badan pengembangan Bahasa dan Kebukuan)





Subagio Sastrowardoyo dilahirkan di Madiun (Jawa Timur) tanggal 1 Februari 1924. Ayahnya seorang pensiunan Wedana Distrik Uteran, Madiun, yang bernama Sutejo dan ibunya bernama Soejati. Subagio menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Ia meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1996 dalam usia 72 tahun. Pendidikan Subagio dilakukan di berbagai tempat, yaitu HIS di Bandung dan Jakarta. Pendidikan HBS, SMP, dan SMA di Yogyakarta. Pada tahun 1958 berhasil menamatkan studinya di Fakultas Sastra, Universitas Gadjah Mada dan 1963 meraih gelar master of art (M.A.) dari Department of Comparative Literature, Universitas Yale, Amerika Serikat. Subagio pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta (1954—1958). Ia juga pernah mengajar di almamaternya, Fakultas Sastra, UGM pada tahun 1958—1961. Pada 1966—1971 ia mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SESKOAD) di Bandung . Selanjutnya, tahun 1971—1974 mengajar di Salisbury Teacherrs College, Australia Selatan, dan di Universitas Flinders, Australia Selatan tahun 1974—1981. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai anggota Dewan Kesenian Jakarta (1982—1984) dan sebagai anggota Kelompok Kerja Sosial Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN Balai Pustaka (1981). Dalam sastra Indonesia Subagio Sastrowardoyo lebih dikenal sebagai penyair meskipun tulisannya tidak terbatas pada puisi. Nama Subagio Sastrowardoyo dicatat pertama kali dalam peta perpuisian Indonesia ketika kumpulan puisinya Simphoni terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Tentang kepenyairannya itu, Goenawan Mohamad mengatakan bahwa sajak-sajak Subagio adalah sajak rendah. Puisinya seolah-olah dicatat dari gumam. Ia ditulis oleh seorang yang tidak memberi aksentuasi pada gerak, pada suara keras, atau kesibukan di luar dirinya. Ia justru suatu perlawanan terhadap gerak, suara keras, serta kesibukan di luar sebab Subagio Sastrowardoyo memilih diam dan memenangkan diam. Itulah paling tidak sebagian dari karakter kepenyairan Subagio Sastrowardoyo. Kreativitas Subagio Sastrowardoyo tidak terbatas sebagai penyair. Oleh karena itu, ia tidak saja dikenal sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan cerpenis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar