Ruang Literasi
Senin, 06 Juni 2022
Minggu, 29 Desember 2019
Resensi Novel Berjudul "GADIS PANTAI" Karya Pramoedya Ananta Toer
GADIS DESA
Karya : Pramoedya Ananta Toer
Judul : Gadis Pantai
Pengarang : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Lentera Dipantara
Jenis : Novel fiksi
Sastra Angkatan :
1970 an (pertama kali terbit)
Tahun terbit
: September 2011 (cetakan ke-7)
Jumlah halaman :
272 halaman
Resensi :
Sebuah karya berjudul Gadis
Pantai karya Pramodya Ananta Toer ini menceritakan tentang seorang gadis
belia yang berasal dari kampung nelayan di pesisir Utara Jawa Tengah, Kabupaten
Rembang. Gadis belia berusia empat belas tahun itu cukup manis, dengan kulit
langsat, mata agak sipit dan tubuh mungil, gadis itu menjadi bunga kampung
nelayan sepenggal pantai keresidenan Jepara Rembang.
Suatu hari seorang utusan pembesar dari kota Jawa Tengah
datang ke kampung gadis pantai untuk menyampaikan pesan bahwa Bendoronya ingin
menjadikan gadis pantai sebagai istrinya. Dinikahkanlah gadis pantai dengan
sebilah keris, dan keesokkan harinya dengan ditemani bapak dan emaknya beserta
kepala kampung dan beberapa warga, gadis pantai itu diantar ke kota menuju
tempat persinggahan pembesar yang menjadikannya istri.Sebutan bendoro putri
telah melekat pada sosok gadis pantai. Kini derajat gadis pantai lebih tinggi
dibadingkan dengan warga di kampungnya. Sebuah dokar yang sudah disiapkan oleh
bendoro untuk menjemput gadis pantai tersebut berhenti tepat didepan gedung
bertingkat berdinding batu.
Ditinggalkannya segala kegiatan dan aktivitasnya di
kampung nelayan, dilupakannya segala suasana kampung nelayan. Menumbuk udang
kering, menjahit layar dan jala, lari larian di pasir pantai, bergurau bersama
teman temannya, semua itu tidak dapat ia lakukan lagi. Kini ia harus tinggal di
dalam gedung besar bertingkat berdinding batu itu. Membantu mengurus dan
memerintah di kompleks keresidenan, paviliun, kandang kandang dan bahkan sebuah
masjid. Segala keperluan dan kebutuhannya hanya tinggal memerintah saja. Gadis
pantai dilayani oleh banyak bujang. Namun hanya ada satu seorang perempuan tua
yang menjadi pelayan setia dan terdekatnya. Pelayan yang selalu membantunya,
selalu mengajarinya kehidupan di dalam gedung itu, dan yang mengajarinya pula
bagaimana cara melayani dan bersikap kepada bendoro.
Lewat pelayan tua itulah gadis pantai sadar, bahwa ia
diambil pembesar ke kota bukan sebagai istrinya. Melainkan, Ia diambil oleh
seorang pembesar untuk menjadi gundik pembesar itu dan menjadi seorang Mas
Nganten (perempuan pemuas kebutuhan seks pembesar / istri percobaan priyayi).
Walaupun menjadi perempuan utama di gedung itu, gadis pantai harus tetap tunduk
dan menaati segala perintah bendoro (suaminya sendiri). Bahkan segala kegiatan
dan aktivitasnya harus melalui izin bendoro terlebih dahulu. Gadis itu bagaikan
berada dalam penjara. Bendoro pun sering meninggalkannya beberapa hari, hingga
tujuh haripun pernah. Namun, ia kembali sadar bahwa ia hanyalah seorang Mas
Nganten, ia bukan istri bendoro yang sesungguhnya. Kamar mereka berdua pun
terpisah, bendoro akan tidur di kamar gadis pantai itu ketika bendoro sedang
menginginkannya.
Suatu ketika Gadis Pantai kehilangan uang untuk belanja
persiadaan makanan yang diberikan oleh bendoro. Saat itu gadis pantai sangat
kebingungan karena takut bedoro murka terhadapnya. Namun ia sangat yakin bahwa
tidak ada yang masuk di kamarnya kecuali dirinya, pelayan tua dan para agus
(pemuda pemuda yang belajar di gedung itu) yang tadi membersihkan kamar gadis
pantai. Gadis pantai sangat percaya pada pelayan tua yang sudah setia
melayaninya selama dua tahun ia berada di gedung itu. Akhirnya ia bersama
pelayan tua itu menemui para agus dan menanyainya. Namun, karena mereka tidak
ada yang mengaku akhirnya gadis pantai dan pelayan tua menghadap pada bendoro.
Setelah kejadian itupun pelayan tua diusir dari gedung itu karena sudah lancang
menuduh para agus. Tinggallah gadis pantai sendirian tanpa ada pelayan
setianya.
Hari demi hari ia jalani sendiri tanpa bantuan pelayan
tua, dan tibalah seorang bujang baru bernama mardina -utusan bupati demak- ,
dia seorang anak jurutulis dari kota yg diutus bupati demak untuk melayani
gadis pantai, mardinah sendiri masih termasuk kedalam kerabat bendoro (suami
gadis pantai). Namun, kedatangannya bukan sekedar melayani gadis pantai saja,
ia sangat berani dan selalu menantang gadis pantai. Lewat mardinah gadis pantai
tau bahwa bendoro demak ingin menikahkan bendoro (suami gadis pantai) dengan
perempuan bangsawan yang sederajat dengannya. Karena seorang pembesar dianggap
masih perjaka apabila belum menikah dengan sesama bangsawannya, walaupun sudah
berulang kali menikah dengan gadis kampung.
Kegelisahan mulai muncul pada diri gadis pantai. Tiga
tahun sudah gadis pantai berada dalam gedung bertingkat itu dan ia mulai
mengandung putra dari bendoro. Sembilan bulan gadis pantai mengandung dengan
diliputi rasa kerinduan dan kekosongan karena tidak ditemani oleh bendoro.
Janin yang dikandungnya pun dilahirkan dengan bantuan dukun bayi yang paling
ahli di kota itu. Seorang bayi perempuan mungil kini ada dalam pangkuannya,
namun setelah seminggu kelahirannya bendoro tak kunjung melihatnya. Gadis
pantai sangat gelisah, kepada siapa bayi itu akan diserahkan kalau tidak pada
bapaknya sendiri.
Tiga bulan setelah kelahiran putrinya, akhirnya bapak
gadis pantai datang menemuinya ke gedung itu. Bapaknya memang sengaja diutus
oleh bendoro untuk menjemput gadis pantai pulang kembali ke kampung nelayan.
Ada hal yang paling menyakitkan selain gadis pantai diceraikan oleh bendoro,
yaitu gadis pantai harus meninggalkan gedung itu dan tidak boleh lagi
menginjakkan kaki di kota tempat bendoro tinggal dengan tidak membawa anakknya
sendiri. Ia harus kembali pada kampung nelayannya dan meninggalkan anaknnya
pada gedung berdinding batu itu.Hal yang sangat menyakitkan bagi gadis pantai
ketika meninggalkan anaknya. Namun, ia tidak dapat berbuat apa apa, mengingat
ia adalah hanya seorang sahaya dan rakyat kampung.
Hidup kembali pada kampung yang melahirkannya adalah
impiannya saat ia di kota. Namun, rasa malunya jauh lebih besar daripada rasa
kerinduan pada kampung halaman. Akhirnya, ia izin kepada bapaknya untuk
meninggalkan kota dan kampung nelayannya untuk tinggal di kota kecil Blora dan
berusaha mencari pelayan tua yang dulu setia dengannya untuk tinggal bersama.
Biografi Singkat Pramoedya Ananta Toer
Pramoedya Ananta Toer lahir di Blora, Jawa Tengah,
tanggal 6 Februari 1925. Ayahnya adalah seorang guru yang mula-mula bertugas di
HIS di kota Rembang, kemudian menjadi kepala guru di sekolah swasta di Boedi
Oetomo sampai menjadi kepala sekolah tersebut. Ibunya anak seorang penghulu di
Rembang. Pada tahun 1950 ia menikah dengan wanita yang sering datang ke penjara
ketika ia di penjara. Pramoedya Ananta Toer menamatkan pendidikan di sekolah
rendah (sekolah dasar) Institut Boedi Oetomo di Blora. Kemudian, ia melanjutkan
pendidikan selama 1,5 tahun ke Sekolah Teknik Radio Surabaya (Radio Volkschool
Surabaya) di Surabaya (1940—1941). Pada tahun 1942 Pramoedya pergi ke Jakarta.
Ia bekerja di kantor Berita Jepang Domei sebagai juru ketik. Sambil bekerja, ia
mengikuti pendidikan di Taman Siswa (1942—1943) dan mengikuti kursus di Sekolah
Stenografi (1944—1945). Selanjutnya, ia kuliah di Sekolah Tinggi Islam Jakarta
(1945) dalam mata kuliah filsafat, sosiologi, dan sejarah. Pada tahun 1945 ia
keluar dari tempa kerjanya, yaitu Kantor Berita Jepang Domei dan pergi
menjelajahi Pulau Jawa. Pada tahun 1946 Pramoedya menjadi anggota Resimen 6
Devisi dengan pangkat letnan dua Tentara Keamanan Rakyat yang ditempatkan di
Cikampek. Ia kembali ke Jakarta tahun 1947. Tanggal 22 Juli 1947 ia ditangkap
marinir Belanda karena menyimpan dokumen gerakan bawah tanah menentang Belanda.
Kemudian, ia ditahan di penjara pemerintah Belanda di Pulau Edam dan di di
Bukit Duri, Jakarta, sampai tahun 1949. Pada tahun 1950—1951 ia bekerja di
Balai Pustaka sebagai redaktur. Pada tahun 1952 Pramoedya mendirikan dan
memimpin Literary dan Fitures Agency Duta sampai tahun 1954. Tahun 1953 ia
pergi ke Belanda sebagai tamu Sticusa (Yayasan Belanda Kerja Sama Kebudayaan).
Tahun 1956 ia berkunjung ke Peking, Tiongkok, untuk menghadiri peringatan hari
kematian Lu Sun. Pada tahun 1958 Pramoedya Ananta Toer anggota Pimpinan Pusat
Lembaga Kesenian Jakrta (Lekra) yang berada di bawah Partai Komunis Indonesia
(PKI). Keterlibatnnya dengan Lekra menjadikannya harus berhadapan dengan
seniman yang tidak sealiran, terutama yang menentang PKI, seperti dalam
penandatanganan Manifestasi Kebudayaan. Pada tahun 1962 ia menjabat redaktur
Lentera. Selain itu, ia juga menjadi dosen di Fakultas Sastra, Universitas Res
Publika, Jakarta, sebagai dosen Akademi Jurnalistik Dr. Abdul Rivai. Pada masa
kejatuhan Partai Komunis Indonesia, Pramoedya dibuang ke Pulau Buru karena
dianggap terlibat PKI yang saat itu PKI hendak menggulingkan pemerintah
Republik Indonesia tanggal 30 September 1960. Ketika terjadi penangkapan
terhadapnya, ia mendapatkan penyiksaan. Setelah itu, ia dipenjara di Tangerang,
Salemba, Cilacap, dan selama sepuluh tahun hidup di pengasingan Pulau Buru.
Karyanya yang ditulis selama dalam pengasingan itu pada umumnya dilarang
diedarkan oleh Kejaksaan Agung. Setelah rezim Orde Baru jatuh, (1998),
Pramoedya Ananta Toer dibebaskan dari pengasingan di Pulau Buru.
Kamis, 26 Desember 2019
Resensi Kumpulan Cerpen Prolet, Karya : Mim Yudiarto
KUMPULAN CERPEN PEROLET
Karya : Mim Yudiarto
Judul Buku : Kumpulan Cerpen Prolet
Pengarang : Mim
Yudiarto
Tebal Halaman : 104 +
8 halaman romawi
Penerbit : IPB
Press
Cetakan : 2017
Harga buku : Rp. 65.000
Melihatlah selalu ke bawah, di atas hanya ada
langit!, itulah kata yang tepat untuk menggambarkan kumpulan cerpen “Prolet”.
- Kumpulan Cerita Pendek Prolet, hal 24.
Di bagian ini menceritakan tentang bumi sedang berbalik.
Perputarannya memusingkan kepala Prolet.
Dia merasa hidup di angkasa luar.
Asing dan terasing . Itu perasaan Prolet waktu dia memasukki kantor
tempatnya bekerja setelah bebas di terimanya.
Dua bulan lebih dia tidak menginjakkan kaki di tempat ini. Tugasnya hari
ini sederhana saja. Seperti biasa. Bersih --bersih kantor dan mentransfer
gallon-galon air, membeli makan siang untuk para bos dan Tuan puteri. Prolet sangat bersemangat ketika tuan puteri
meminta dibelikan gado gado yang sangat disukainya. Mengingatkan Prolet saat dia disapa cinta.
- Dari penggalan cerita pada
cerpen " Melihat ke bawah, Di atas hanya ada langit. Hal 21
“ Akhirnya kamu datang juga nak.
Terima kasih Gusti….” Prolet tidak mampu berkata kata. Semua suara tersangkut di tenggorokan. Sedikit saja dia bersuara, pastilah sedu
sedan yang akan mengudara. Prolet membantu si mboknya duduk. Masih memegang tangannya yang menghangat
dengan cepat. Tangan keriput yang
puluhan tahun menjaganya tetap hidup dalam limpahan kasih ibu.
- Penggalan cerita pada cerpen
Prolet ‘ Surga ada di bakiak si mbok”.
Hal 75
Kumpulan Cerita Prolet merupakan
buku fiksi kumpulan cerita pendek
pertama karya Mim Yudiarto. Buku ini pertama kali diterbitkan pada tahun
2017. Buku ini terdiri dari 24 cerita
pendek tentang perjalanan batin seorang anak muda berusia sekitar 20 tahunan
yang dapat menangkap dengan cerdas fenomena sosial yang terjadi di sekitarnya dan dicatat di lembaran buku kecil.
Tidak seperti buku kumpulan
cerpen pada umumnya maka Cerita Prolet
ini menawarkan kita tentang kisah biasa yang terjadi sehari hari tetapi karena
kejelian penulisnya dalam meramu merangkai kalimat maka kisah biasa ini menjadi
tidak biasa. Menjadi unik karena
mengajarkan filosofi kehidupan dengan bahasa sederhana tanpa kesan
menggurui atau kalau menurut bahasa
penulisnya yang juga penulis puisi adalah bahasa sederhana dengan kalimat
semenjana untuk kisah kisah sehari hari
yang menyentuh hati.
Cerita Prolet sangat lengkap
. Mulai dari kisah asmara malu malu
antara Prolet dan tuan puteri bosnya.
Hubungan dengan teman sejawat yang aneh & licik seperti
sahwat. Cinta luhur ibu terhadap
anak semata wayangnya. Kekagetan sosial
ketika Prolet pertama kali naik pesawat.
Keheranan dan takjubnya Prolet akan
system peradilan di Indonesia negeri yang dicintanya .
Empati pada anak jalanan yang
kurang beruntung . Ketakutan pada dampak negative virus computer 'wanna cry' ,
serta kekhawatiran Prolet akan nasib anak anak muda bangsa yang mati sia
sia dalam tawuran antar pelajar.
Semuanya lengkap ada rasa bahagia tertawa terbahak bahak, rasa ingin
menangis, terharu, bangga , penyesalan.
Semua rasa lengkap tersaji dalam
kumpulan cerita pendek ini selengkap
nasi goreng ibu atau istri tercinta untuk
sarapan kita di pagi hari.
Buku ini dikemas dengan apik
dengan tata bahasa yang baik dan minim kesalahan. Penulisnya sangat jeli dalam menulis sehingga
anda tidak akan terganggu dengan kesalahan tanda baca atau hilangnya huruf dari
suatu kalimat.
Kesimpulannya buku
Kumpulan cerita pendek Prolet ini sangat direkomendasikan untuk dibaca
dengan rentang usia yang sangat panjang dari anak anak hingga dewasa. Buku ini
seru juga untuk dibacakan bagi murid murid di sekolah. Kumpulan Cerita
dalam perjalanan batin Prolet sarat dengan pengalaman hidup yang dapat
dicontoh, kebaikan yang dapat ditiru serta kejahatan yang dapat kita hindari.
Buku ini menanamkan pendidikan
karakter lewat pengalaman hati seorang pemuda
dengan nama Prolet . Tambahan
catatan tebal, Prolet menasehati tanpa menggurui, mengajak kebaikan tanpa
memaksa sehingga kita tidak akan bosan
membacanya serta bersiaplah mendapatkan
kejutan di akhir cerita.
“ Akhirnya kamu datang juga nak.
Terima kasih Gusti….” Prolet tidak mampu berkata kata. Semua suara tersangkut di tenggorokan. Sedikit saja dia bersuara, pastilah sedu
sedan yang akan mengudara. Prolet membantu si mboknya duduk. Masih memegang tangannya yang menghangat
dengan cepat. Tangan keriput yang
puluhan tahun menjaganya tetap hidup dalam limpahan kasih ibu.
Resensi Novel MATAHARI, karya : Tere Liye
MATAHARI
Karya : Tere Liye
Judul :
Matahari
penulis :
Tere Liye
penerbit :
Gramedia
tebal buku :
400 hlm
kota terbit :
Jakarta
tahun terbit : 2016
harga : Rp. 88.000
Novel “Matahari”
merupakan buku ketiga dari serial “Bumi”.
Di dalam buku novel ini diceritakan kembali petualangan Raib dengan kedua
sahabatnya yaitu Seli dan Ali. Jika di novel sebelumnya yaitu novel Bulan, mereka melakukan perjalanan di
Klan Matahari, maka di novel ini mereka melakukan petualangan di Klan Bintang,
sebuah klan yang hanya dianggap sebuah legenda karena nyaris tak satupun orang
mengetahui dimana letak klan ini berada.
Dikarenakan
keingintahuaan Ali tentang klan ini, dia mempelajari banyak hal dari tabung
pertah yang diberikan oleh Av (Novel Bulan) yang berisi soft copy seluruh
perpustakaan Klan Bulan. Tabung perak tersebut semacam hardisk berkapasitas
berjuta-juta giga yang isinya bisa diproyeksikan dalam bentuk hologram 3
dimensi.
Setelah belajar dari
situ, akhirnya Ali menciptakan kapsul perak yang dia beri nama ILY (Novel
Bulan) untuk mengingat teman berpetualang mereka saat di Klan Matahari. ILY
memiliki kekuatan gabungan antara Klan Bulan dan Klan Matahari. Dia dapat
menghilang dan mengeluarkan petir. ILY memiliki kemampuan dapat menembus
lapisan tanah bagian tanah hingga beribu-ribu kilometer.
Dari mempelajari
buku-buku itu, Ali berhasil menemukan keberadaan dari Klan Bintang dan ia
sangat antusias untuk mengunjungi Klan tersebut. Sebenarnya Ali, Raib dan Seli
bisa saja pergi ke sana menggunakan buku matematika miliki Raib seperti pada
petulangan-petualngan sebelumnya. Namun, Raib sudah berjanji kepada Av dan Miss
Selena untuk tidak menggunakannya tanpa seijin mereka. Akhirnya dengan
mengendarai kapsul perak yang dibuat oleh Ali yang diberi nama ILY, petulangan
ke Klan Bintang dimulai.
Mereka mulai berpetualang
melewati lorong-lorong kuno dan mulai mencari tahu di mana orang-orang Klan
Bintang berada. Perjalanan mereka melalui lorong ini tidak selancar yang
dikira. Mereka harus menghadapi banyak ular yang berukuran besar. Dengan
kekuatan masing-masing, mereka saling bekerja sama menaklukkan ular-ular
tersebut.
Tidak hanya sampai
disitu saja. Setelah menghadapi ular, mereka juga harus menghapi kelelawar
raksasa dengan jumlah yang banyak saat mereka memasuki lorong yang penuh dengan
kristal. Kristal-kristal pada lorong ini perlu dihancurkan supaya dapat
melanjutkan perjalan mereka untuk mencari tempat Klan Bintang berada. Saat
mereka menghancurkan kristal-kristal, mereka diselamatkan dan ditangkap oleh
orang-orang dari Klan Bintang.
Setelah itu mereka dibawa
ke Lembah Hijau yang merupakan salah satu tempat orang-orang Klan Bintang
tinggal. Lembah ini dipimpin oleh oleh seorang wanita yang sudah sangat tua
bernama Faar.
Mereka bertiga hidup
sangat tenang dan dapat menikmati berbagai teknologi canggih di sini. Suatu
ketika mereka dihidangkan makanan berupa bubur namun rasa yang didapat dapat
berubah sesuai keinginan dari yang memakannya walaupun bentuknya tetap sama
saja. Tidak hanya makanan, mereka juga mengenakan pakaian canggih yang dapat
berbuah sesuai keinginan pemakainya.
Kehidupan mereka yang
tenang menjadi terusik oleh penguasa dan aparat Klan Bintang yang berada di ibu
kota. Penguasa dan aparat Klan Bintang tersebut tidak menginginkan ada orang
yang tinggal di Klan Bintang dan memiliki kemampuan seperti yang dimiliki oleh
Ali, Raib dan Seli. Orang-orang yang memiliki kekuatan dari Klan Matahari, Klan
Bulan dan Klan Bumi harus ditangkap karena dianggap sebagai ancaman.
Mereka bertiga pun segera
melarikan diri dan bersembunyi serta melakukan perlawanan penguasa aparat ibu
kota. Dari sinilah puncak keseruan dari cerita petualangan mereka bertiga. Di
saat-saat terdesak akan banyak kejutan-kejutan dari perlawanan yang mereka
lakukan. Kemampuan yang mereka miliki tidaklah cukup untuk menghadapi lawan.
Mereka juga harus menggunakan taktik, kecerdikan dan siasat dalam melakukan
perlawanan.
Setelah lepas dari
pasukan Klan Bintang mereka masih harus menghadapi pasukan robot besar yang
jumlahnya banyak. Tidak hanya besar, robot-robot ini mampu membaca semua
gerak-gerik Ali, Raib dan Seli karena telah dilengkapi dengan teknologi
canggih.
Karakter Raib yang
ragu-ragu, Ali yang selalu berpikir positif serta tenang dalam menghadapi
berbagai masalah dan Seli yang penakut melengkapi keseruan cerita dari
petualangan mereka bertiga. Seli yang paling penakut justru banyak melakukan
perlawanan mengejutkan saat Ali dan Raib buntu dan membutuhkan bantuan.
Jika anda ingin membaca
buku ini, disarankan untuk membaca dua novel sebelumnya yaitu Novel Bumi dan Novel Bulan karena cerita Novel Matahari
ini merupakan lanjutan dari cerita kedua novel tersebut.
Jumat, 20 Desember 2019
Membahas Novel "Laskar Pelangi" karya Andrea Hirata
LASKAR PELANGI
Judul Buku : Laskar Pelangi
penulis : Andrea
Hirata
genre : Roman
penerbit : Yogyakarta: Bentang Pustaka
tanggal terbit : 2005
halaman : xxxiv, 529
halaman
ISBN : ISBN
979-3062-79-7
Laskar Pelangi adalah novel pertama karya Andrea Hirata yang
diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 2005. Novel ini bercerita tentang
kehidupan 10 anak dari keluarga miskin yang bersekolah (SD dan SMP) di sebuah
sekolah Muhammadiyah di pulau Belitong yang penuh dengan keterbatasan. Mereka
adalah: Ikal, Lintang, Sahara, Mahar, A kiong,
Syahdan, Kucai, Borek, Trapani, dan Harun.
Mereka bersekolah dan belajar
pada kelas yang sama dari kelas 1 SD sampai kelas 3 SMP, dan menyebut diri
mereka sebagai Laskar Pelangi. Pada bagian-bagian akhir cerita, anggota Laskar
Pelangi bertambah satu anak perempuan yang bernama Flo, seorang murid pindahan.
Keterbatasan yang ada bukan membuat mereka putus asa, tetapi malah membuat
mereka terpacu untuk dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.
Laskar Pelangi merupakan buku
pertama dari Tetralogi Laskar Pelangi.
Buku berikutnya adalah Sang Pemimpi, Edensor
dan Maryamah Karpov. Naskah Laskar Pelangi telah diadaptasi menjadi sebuah
film berjudul sama dengan bukunya.Film Laskar
Pelangi akan diproduksi oleh Miles Films dan Mizan Production, dan digarap
oleh sutradara Riri Riza.
Laskar Pelangi adalah karya pertama dari Andrea Hirata. Buku ini
segera menjadi Best Seller yang kini kita ketahui sebagai buku sastra Indonesia
terlaris sepanjang sejarah.
Cerita
terjadi di Desa Gantung, Kabupaten Gantung, Belitung Timur. Dimulai ketika
sekolah Muhammadiyah terancam akan dibubarkan oleh Depdikbud Sumsel jikalau
tidak mencapai siswa baru sejumlah 10 anak. Ketika itu baru 9 anak yang
menghadiri upacara pembukaan, akan tetapi tepat ketika Pak Harfan, sang kepala
sekolah, hendak berpidato menutup sekolah, Harun dan ibunya datang untuk pendaftarkan
diri di sekolah kecil itu.
Mulai darisanalah dimulai cerita
mereka. Mulai dari penempatan tempat duduk, pertemuan mereka dengan Pak Harfan,
perkenalan mereka yang luar biasa di mana A Kiong yang malah cengar-cengir ketika
ditanyakan namanya oleh guru mereka, Bu Mus. Kejadian bodoh yang dilakukan oleh
Borek, pemilihan ketua kelas yang diprotes keras oleh Kucai, kejadian
ditemukannya bakat luar biasa Mahar, pengalaman cinta pertama Ikal, sampai
pertaruhan nyawa Lintang yang mengayuh sepeda 80 km pulang pergi dari rumahnya
ke sekolah!
Mereka, Laskar Pelangi adalah nama
yang diberikan Bu Muslimah akan kesenangan mereka terhadap pelangi pun sempat
mengharumkan nama sekolah dengan berbagai cara. Misalnya pembalasan dendam
Mahar yang selalu dipojokkan kawan-kawannya karena kesenangannya pada okultisme
yang membuahkan kemenangan manis pada karnaval 17 Agustus, dan kejeniusan luar
biasa Lintang yang menantang dan mengalahkan Drs. Zulfikar, guru sekolah kaya
PN yang berijazah dan terkenal, dan memenangkan lomba cerdas cermat. Laskar
Pelangi mengarungi hari-hari menyenangkan, tertawa dan menangis bersama. Kisah
sepuluh kawanan ini berakhir dengan kematian ayah Lintang yang memaksa Einstein
cilik itu putus sekolah dengan sangat mengharukan, dan dilanjutkan dengan
kejadian 12 tahun kemudian di mana Ikal yang berjuang di luar pulau Belitong
kembali ke kampungnya. Kisah indah ini diringkas dengan kocak dan mengharukan
oleh Andrea Hirata, kita bahkan bisa merasakan semangat masa kecil anggota
sepuluh Laskar Pelangi ini!
Biografi singkat Andrea
Hirata
Terdapat sedikit kisah dalam pemberian nama Andrea Hirata ini. Andrea
pernah berganti nama sebanyak 7 kali. Ketika lahir Andrea diberi nama Aqil,
Barraq, Badruddin, Seman, Said, Harun, sampai pada akhirnya waktu Andrea remaja
diberi nama Andrea Hirata yang nama lengkapnya adalah Andrea Hirata Seman Said
Harun.
Andrea kecil berasal dari keluarga tidak berkecukupan atau miskin yang
tempat tinggalnya tidak jauh dari pertambangan timah PN Timah yang sekarang
menjadi PT Timah Tbk. Semasa SD Andrea bersekolah di SD Muhammadiyah yang
kondisinya tidak bagus bahkan bangunanya hampir roboh. Di sinilah Andrea
bertemu dengan para sahabatnya yang dinamai Laskar Pelangi.
Di kampung halamannya ia menamatkan pendidikan sampai SMA setelah itu Ia
merantau ke Jakarta untuk menempuh pendidikan ke perguruan tinggi dan menggapai
cita-citanya menjadi penulis.
Dengan perjuangan dan semangat yang tinggi ia akhirnya berhasil masuk di
Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia. Setelah lulus Andrea mendapatkan
beasiswa studi Master of Science di Université de Paris, dan Sheffield Hallam
University, United Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi mendapatkan
penghargaan dari kedua Universitas tersebut sehingga ia lulus dengan nilai
cuumlaude.
Bu Muslimah
Bu Muslimah atau Bu Mus bukan karakter fiksi, tetapi merupakan guru paling istimewa, sangat dihormati,
dan menjadi inspirasi di SD Muhammadiyah waktu itu. Beliau mengajar dengan
penuh semangat meskipun muridnya hanya 11 anak.
Dikarenakan keterbatasan ekonomi keluarga, Andrea disekolahkan di SD
Muhammadiyah dengan jarak kurang lebih 30 kilometer meskipun masih banyak sekolah
lain yang jauh lebih layak.
Bu Mus berperan penting memotivasi Andrea untuk menulis. Bahkan saat kelas
3 SD Andrea berniat untuk menulis cerita tentang perjuangan Bu Mus. Andrea
mengalami perubahan dalam hidupnya karena motivasi yang diberikan Bu Mus.
Menjadi Penulis Novel
Terkenal
Tahun 1997 Andrea bekerja di PT Telkom sebagai pegawai biasa, kemudian niat
untuk menulis kembali datang ketika Andrea menjadi salah satu relawan saat
terjadi tsunami di Aceh. Hasilnya pada tahun 2005 Andrea merilis novel Laskar Pelangi yang dibuat
dalam waktu hanya 3 minggu. Novel Laskar Pelangi merupakan novel pertama yang
ditulis oleh Andrea Hirata. Ia mengutarakan bahwa novel Laskar Pelangi dipersembahkan
untuk Bu muslimah. Novel yang begitu membanggakan sehingga tercatat sebagai novel atau buku
sastra Indonesia yang paling laris sepanjang masa ini diterbitkan oleh Bentang
Pustaka.
Novel Laskar Pelangi menceritakan kehidupan Andrea Hirata ketika masih
duduk di bangku sekolah dan tentang 10 anak keluarga tidak berkecukupan yang
menuntut ilmu di SD serta SMP Muhammadiyah. Teman sekolah Andrea Hirata yang
berjumlah 10 anak ini disebut dengan Laskar Pelangi. Sebutan Laskar Pelangi ini
diberikan oleh Bu Muslimah.
Tahun 2008, novel ini diadaptasi menjadi film yang judulnya sama dengan
novelnya yaitu Laskar Pelangi. Film ini diproduksi oleh Miles Films dan Mizan
Production. Film ini dibuat dengan aktor anggota Laskar Pelangi adalah anak asli
Belitung.
Novel Laskar Pelangi ini juga mendapatkan beberapa penghargaan antara lain,
Khatulistiwa Literaly Award atau KLA di tahun 2007, Aisyiyah Award, Netpac
Critics Awards, Paramadina Award, dan lain-lain. Selain Laskar Pelangi, Andrea
juga menerbitkan berbagai novel seperti Sang Pemimpi, Edensor, Maryamah Karpov,
dan lain sebagainya.
Sepanjang 8 tahun Andrea memperoleh beberapa penghargaan karena telah
berpartisipasi dalam sastra internasional karena novel pertamanya yang telah
diterjemahkan ke 34 bahasa asing dan diterbitkan lebih dari 130 negara.
Resensi Novel "Tuhan Maha Asyik" karya Sujiwo Tejo
TUHAN MAHA ASYIK
Sujiwo Tejo
Judul Buku : Tuhan Maha Asyik
pengarang : Sujiwo Tejo & Dr.
M. N. Kamba
tahun Terbit : Cetakan IV April, 2017
penerbit : Imania
halaman : 245 halaman
Buku novel “Tuhan Maha Asyik” dibuka dengan
sebuah lirik lagu berbahasa jawa yang ditulis dan dinyanyikan sendiri oleh Sujiwo
Tejo. Menariknya juga terdapat
bar-code yang bisa
dipindai menuju link untuk mengunduh lagu tersebut.
Dilanjutkan prolog yang ditulis oleh Putu Setia. Dia
menceritakan tentang sanyasin atau pendeta yang mengibaratkan Tuhan bisa dimana
saja dan bisa menjadi siapa saja. Kemanapun dan dimanapun kamu akan melihat wajah
Tuhan.
"Wayang 1" adalah judul pertama dalam buku ini. Menceritakan
beberapa anak yang membahas tentang pedalangan dan wayang. Buchori, Kapitayan,
Christine dan Parwati diceritakan sedang berlatih dan setelah itu menonton
pertunjukan wayang. Terapat penjelasan pula bahwa “aktivitas” wayang adalah
kehendak dari dalang, wayang tidak dapat “protes” terhadap apa yang terjadi.
Hal ini berlaku untuk wayang golek atau wayang kulit. Berbeda apabila dalam
wayang orang, dimana para wayang dapat berimprovisasi sesuai dengan kehendaknya
tetapi tidak keluar dari jalan cerita yang ditetapkan oleh dalang. Cerita ini
mengibaratkan bahwa setiap kehendak manusia apapun yang dijalani adalah sudah
skenario dan kehendak Tuhan pula. Apapun hasilnya, baik dengan atau tanpa jalan
dari Tuhan sejatinya itu adalah “restu” Tuhan.
Masih terdapat sekitar 27 judul lagi dalam buku ini yang
akan membicarakan tentang Tuhan. Seperti biasanya, Sujiwo Tejo bercerita tidak
jauh dari pewayangan atau hal-hal yang berkaitan dengan wayang. Seperti
kehidupan, tiap bagian cerita berhubungan ada yang langsung dan ada yang tidak
langsung. Sujiwo Tejo dan Nursamad Kamba membawa pembaca dalam mengenal Tuhan
secara asyik karena memang Tuhan Maha Asyik. Sehingga dalam belajar mengenal
Tuhan, pembaca tidak terlalu dipusingkan dengan hal-hal diluar pemahamannya
karena buku ini seperti orang yang saling berbincang di warung kopi membahas
tentang Ketuhanan. Ringan dan menyenangkan.
Segala peristiwa yang terjadi selama ini merupakan wahyu
Tuhan. Dalam hal ini Tuhan juga memberikan wahyu tersebut kepada orang yang
memang tepat sebagai perantara menurut-Nya.
“Tuhan mewahyukan teori hukum gravitasi, misalnya kepada
Isaac Newton, bukan kepada orang-orang yang hafal firman-firman-Nya. Karena
Newton-lah yang paling potensial secara intelektual, memiliki kemampuan teknis
untuk menjabarkannya.” (hlm. 79).
Dalam buku ini Sujiwo Tejo menggambarkan bahwa manusia
sebenarnya hidup dalam ruangan yang gelap, ruangan ini sebenarnya tidak kosong
tetapi belum ada cahaya yang menerangi ruang tersebut. Maka munculah wahyu yang
berupa cahaya-cahaya itu seperti teori-teori yang membuka mata dan pikiran
kita.
Selain itu, dari beragam maksud disetiap babnya yang
mengenalkan kita kepada Tuhan. Sujiwo
Tejo menutupnya dengan mengembalikan Tuhan pada diri sendiri, yang
berarti bahwa Tuhan itu memang dekat. Siapa yang mengenal dirinya niscaya
mengenal Tuhan-nya. Sepertinya ungkapan itu yang saya rasa diulang-ulang di
beberapa bab secara tidak langsung.
Buku ini bisa dibaca oleh siapa saja. Baik bagi kamu yang
ingin mengenal Tuhan atau yang sedang “mencari” Tuhan. Tapi kawan, sejatinya
Tuhan tak perlu kamu cari, atau mungkin kamu sedang tidak kenal diri?
Motivasi Sujiwo Tejo menulis novel Tuhan Maha Asik
Budayawan Sujiwo
Tejo merilis buku barunya yang ia beri judul 'Tuhan Maha Asyik'. Ditulis
bersama akademisi Nur Samad "Buya" Kamba, Sujiwo mengurai beberapa
kisah tentang keberagaman agama, dalam bahasa yang ringan dan mudah dipahami.
Kisah-kisah yang
ditulis Sujiwo dan Buya Kamba menjelaskan bahwa Tuhan sangat asyik ketika tidak
dikurung paksa dalam penamaan-penamaan dan pemaknaan-pemaknaan. Menurut
keduanya, Tuhan tidak bisa dipikirkan dan dikonsepsikan. Alih-alih, Tuhan harus
ditemukan dan penemuan itulah yang membuat pengalaman itu menjadi sangat asyik.
"Kenapa saya
mengusulkan ada buku ini? Dan kata banyak orang ini kebetulan sekali terbitnya.
Memang banyak sekali kebetulan dalam hidup saya. Beberapa bulan lalu saya
kerjanya baca Al-Fatihah, tiap saat. Tapi lama-lama takut juga karena apa yang
saya lihat kejadian," ujar Sujiwo saat perilisan bukunya di Galeri
Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (21/12) malam.
Sumber : CNN.com
Biografi Sujiwo Tejo
Agus Hadi Sudjiwo
(lahir di Jember, Jawa Timur, 31 Agustus 1962; umur 57 tahun) atau lebih
dikenal dengan nama Sujiwo Tejo adalah seorang budayawan Indonesia. Ia pernah
mengikuti kuliah di ITB, namun kemudian mundur untuk meneruskan karier di dunia
seni yang lebih disenanginya. Sujiwo Tejo dikenal sebagai seorang dalang, yang
juga seorang penulis, pelukis, pemusik dan bahkan disebut seorang budayawan.
Karya dan pentasnya mengajak kita untuk mengenang masa depan karena masa depan
kita ada di belakang, ada pada akar budaya Indonesia yang dibanggakannya.
Keinginannya mengangkat akar budaya Indonesia menghasilkan kepeduliannya yang
tinggi agar kesenian Indonesia merujuk pada akar budaya tapi diolah dengan
metabolisme kreatif sehingga tidak menjadi kuno. Dalam metabolism itu tetap
dicerna seluruh hal yang datang dari luar. Dengan pendekatan ini, Indonesia
akan dikenali juga sebagai negara yang memiliki seni dan budaya yang modern. Sempat menjadi wartawan di harian Kompas
selama 8 tahun lalu berubah arah menjadi seorang penulis, pelukis, pemusik dan
dalang wayang. Selain itu ia juga sempat menjadi sutradara dan bermain dalam
beberapa film seperti Janji Joni dan Detik Terakhir. Selain itu dia juga tampil
dalam drama teatrikal KabaretJo yang berarti "Ketawa Bareng Tejo".
Dalam aksinya
sebagai dalang, dia suka melanggar berbagai pakem seperti Rahwana dibuatnya
jadi baik, Pandawa dibikinnya tidak selalu benar dan sebagainya. Ia seringkali
menghindari pola hitam putih dalam pagelarannya.
Minggu, 15 Desember 2019
Resensi Kumpulan Puisi "Simfoni Dua" Karya Subagio Sastrowardoyo
Judul :
Simfoni Dua
Penulis :
Subagio Sastrowardoyo
Cetakan : V,
1995
Penerbit :
Balai Pustaka
ISBN :
979-407-26-48
Puisi-puisi Subagio umumnya
dipandang mempunyai bobot filosofis yang tinggi dan mendalam. Tidak dapat
ditafsirkan secara harfiah. Perumpamaan dan lambang digunakan secara dewasa dan
matang. Subagio merupakan penyair yang puisinya tidak terbatas pada puisi. Di
dalam tulisannya tersirat suatu kritikan-kritikan. Dalam cerpen dan
sajak-sajaknya Subagio banyak melukiskan manusia yang gampang dirangsang oleh
nafsunya, dimana manusia-manusia tersebut adalah makhluk yang mencoba
mempertahankan kewajiban namun tergoda oleh sifat-sifat nalurinya. Puisi
Subagio sebagian juga bertema tentang kematian atau maut.
Nyanyian Ladang
Kau akan cukup punya istirah
Di hari siang. Setelah selesai mengerjakan sawah
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya sandang
Buat menikah. Setelah selesai melunas hutang
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya pangan
Buat si ujang. Setelah selesai pergi kondangan
Pak tani, jangan menangis
Kau akan cukup punya ladang
Buat bersawah. Setelah selesai mendirikan kandang
Pak tani, jangan menangis
Contoh puisi Sastrowardoyo
bersifat ironi atau tidak langsung terdapat dalam setiap kata dalam puisi yaitu
puisi “Nyanyian Ladang”. Dengan penggambaran petani yang sangat menderita,
penyair seakan-akan ingin menyampaikan kepada dunia bahwa inilah keadaan
petani. Penyair ingin orang-orang tahu keadaan petani untuk kemudian mau peduli
untuk membantu meningkatkan kesejahteraan petani. Namun kata-kata yang dipakai
oleh penyair bukanlah kata-kata yang sebenarnya, tetapi menggunakan kata-kata
yang mempunyai arti kebalikannya.
Di
Ujung Ranjang
Waktu tidur
tak ada yang menjamin
kau bisa bangun lagi
Tidur
adalah persiapan
buat tidur lebih lelap.
di ujung ranjang
menjaga bidadari
menyanyi nina bobo.
Karya
Subagio Sastrowardhoyo, 1982
Sedangkan puisi sastrowardoyo
yang bertema tentang kematian, salah satunya yaitu puisi “Di Ujung Ranjang”.
Dalam puisi ini, Sastrowardoyo menulis kesinisan yang lembut untuk
mengungkapkan kengerian tentang suatu kematian. Dari segi proses kreatif,
ketika menulis puisi, Subagio memanfaatkan betul kekuatan kreatif yang
dimilikinya pada kemampuan menghayati dan memiliki pengetahuan tentang
kehidupan di luar dirinya. Ia menjadi seseorang terbuka bagi segala kemungkinan
mengetahui, mencoba, menolak, menerima, atau member makna baru terhadap
sesuatu.
DOA
DI MEDAN LAGA
Berilah kekuatan sekeras baja
Untuk menghadapi dunia ini, untuk
melayani zaman ini
Berilah kesabaran seluas angkasa
Untuk mengatasi siksaan ini, untuk
melupakan derita ini
Berilah kemauan sekuat garuda
Untuk melawan kekejaman ini, untuk
menolak penindasan ini
Berilah perasaan selembut sutra
Untuk menjaga peradaban ini, untuk
mempertahankan kemanusiaan ini
Karya
Subagio Sastrowardhoyo, 1982
Selain tema-tema yang telah
disebutkan di atas, Sastrowardoyo juga menggunakan tema patriotisme. Contoh
dari tema tersebut yaitu puisi “ Doa di Medan Perang”. Dalam puisi ini terdapat
perjuangan dan pertahanan hidup yang
sesuai dengan setiap larik yang menyatakan bahwa selalu berharap diberi
kemudahan dalam segala hal. Masih ada banyak lagi contoh-contoh puisi yang lain
dan dengan tema yang lain pula.
.....
Biografi Subagyo Sastrowardoyo
(sumber: Badan pengembangan Bahasa dan Kebukuan)
Subagio Sastrowardoyo dilahirkan
di Madiun (Jawa Timur) tanggal 1 Februari 1924. Ayahnya seorang pensiunan
Wedana Distrik Uteran, Madiun, yang bernama Sutejo dan ibunya bernama Soejati.
Subagio menikah dan dikaruniai tiga orang anak. Ia meninggal dunia di Jakarta
pada tanggal 18 Juli 1996 dalam usia 72 tahun. Pendidikan Subagio dilakukan di
berbagai tempat, yaitu HIS di Bandung dan Jakarta. Pendidikan HBS, SMP, dan SMA
di Yogyakarta. Pada tahun 1958 berhasil menamatkan studinya di Fakultas Sastra,
Universitas Gadjah Mada dan 1963 meraih gelar master of art (M.A.) dari
Department of Comparative Literature, Universitas Yale, Amerika Serikat.
Subagio pernah menjabat Ketua Jurusan Bahasa Indonesia B-1 di Yogyakarta
(1954—1958). Ia juga pernah mengajar di almamaternya, Fakultas Sastra, UGM pada
tahun 1958—1961. Pada 1966—1971 ia mengajar di Sekolah Staf Komando Angkatan
Darat (SESKOAD) di Bandung . Selanjutnya, tahun 1971—1974 mengajar di Salisbury
Teacherrs College, Australia Selatan, dan di Universitas Flinders, Australia
Selatan tahun 1974—1981. Selain itu, ia juga pernah bekerja sebagai anggota
Dewan Kesenian Jakarta (1982—1984) dan sebagai anggota Kelompok Kerja Sosial
Budaya Lemhanas dan Direktur Muda Penerbitan PN Balai Pustaka (1981). Dalam
sastra Indonesia Subagio Sastrowardoyo lebih dikenal sebagai penyair meskipun
tulisannya tidak terbatas pada puisi. Nama Subagio Sastrowardoyo dicatat
pertama kali dalam peta perpuisian Indonesia ketika kumpulan puisinya Simphoni
terbit tahun 1957 di Yogyakarta. Tentang kepenyairannya itu, Goenawan Mohamad
mengatakan bahwa sajak-sajak Subagio adalah sajak rendah. Puisinya seolah-olah
dicatat dari gumam. Ia ditulis oleh seorang yang tidak memberi aksentuasi pada
gerak, pada suara keras, atau kesibukan di luar dirinya. Ia justru suatu
perlawanan terhadap gerak, suara keras, serta kesibukan di luar sebab Subagio
Sastrowardoyo memilih diam dan memenangkan diam. Itulah paling tidak sebagian
dari karakter kepenyairan Subagio Sastrowardoyo. Kreativitas Subagio
Sastrowardoyo tidak terbatas sebagai penyair. Oleh karena itu, ia tidak saja
dikenal sebagai penyair, tetapi sekaligus sebagai esais, kritikus sastra, dan
cerpenis.
Langganan:
Postingan (Atom)