RONGGENG DUKUH PARUK
Karya : Ahmad Tohari
Identitas buku :
Judul : Ronggeng Dukuh Paruk
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Genre :
Fiksi
Tebal : 174 halaman
Tahun rilis : 1982
Resensi :
Kisah dalam novel Ronggeng
Dukuh Paruk, mengisahkan kisah cinta seorang Srintil dan Rasus dan
kehidupan warga Dukuh Paruk. Srintil adalah salah satu gadis di Dukuh Paruk
yang merupakan daerah terpencil dan miskin. Di novel ini diceritakan tradisi
kebanggaan warga Dukuh Paruk, yaitu tradisi Ronggeng. Kesenian dan tradisi yang
diwariskan secara turun-temurun.
Suatu kejadian membuat tradisi
ini musnah. Kejadian tersebut merenggut belasan nyawa warga Dukuh Paruk
melayang, karena keracunan tempe bongkrek. Peristiwa itu membuat gairah hidup
masyarakat Dukuh Paruk melemah. Kemudian tidak lagi memikirkan tentang
Ronggeng.
Kabar bahagia terdengar ke
seluruh Dukuh Paruk. Mereka menemukan kebali semangat hidup setelah melihat
seorang gadis desa bernama Srintil yang memiliki bakat alami sebagai ronggeng,
bakat itu terlihat ketika ia bermain di telaga bersama teman – temannya yaitu
Rasus, Warta, Dan Darsun. Itulah Srintil, sang ronggeng Dukuh Paruk.
Bakat tersebut dilihat oleh
Sarkaya, kakek Srintil. Berbekal keyakinan, Sarkaya membawa Srintil kehadapan
dukun ronggeng Kartareja. Srintil menunjukkan kebolehannya dalam menari
disaksikan oleh dukun dan beberapa warga desa. Sarkaya berharap, Srintil bisa
menyambung tali ronggeng yang sempat putus. Betapa bahgianya warga dukuh paruk
melihat ronggeng baru mereka, setelah itu Srintil menjadi gadis milik
masyarakat Dukuh Paruk sepenuhnya.
Seorang ronggeng harus melalui
beberapa langkah upacara. Upacara untuk menjadi seorang ronggeng pun dilalui
Srintil satu per satu hingga ke puncak, yaitu “Bukak Klambu”. Bukak klambu yaitu menyerahkan keprawanannya untuk
lelaki imbalan paling mahal.
Meskipun Srintil sendiri merasa
ngeri, tak ada kekuatan atau keberanian untuk menolaknya. Srintik telah
terlibat dan larut sebagai tokoh utama tradisi ini. Di sisi lain, Rasus, lelaki
yang srintil cintai tidak bisa berbuat banyak, oleh karena itu Rasus pergi
untuk meninggalkan Srintil dan Dukuh Paruk. Luka hati Srintil dan Rasus karena
tradisi ronggeng, melatarbelakangi kepergian Rasus.
Rasus merantau ke Pasar Dawuhan,
disana ia menjadi seorang “tobang”. Tobang adalah pesuruh tentara. Selang beberapa
lama ia dilatih dan dibina, kondisinya berbalik bak telapak tangan. Dulunya miskin
dan butawarna berubah menjadi seorang prajurit gagah. Ia memutuskan untuk
kembali ke Dukuh Paruk.
Terlebih lagi ketika ia berhasil
melumpuhkan dua perampok yang hendak merampas harta ronggeng di rumah
Kartareja, ia semakin dihormati di Dukuh paruk.
Kepergian Rasus membuat Srintil
murung dan membuat bingung seluruh warga desa, dan kebanyakan mereka tidak
senang dengan sikap Srintil. Dalam kurun waktu tertentu Srintil tak mau menari
dan menghabiskan waktu mengasuh bayi gonder dengan gaya asuhan seorang ibu. Jelas
sikap itu tidak mencerminkan seorang ronggeng.
Suatu hari, Srintil dan warga Dukuh Paruk mendapat undangan untuk
mengisi acara agustusan dengan tari ringgeng di kecamatan. Namun nasib sial
bagi Srintil, momen itu dimanfaatkan oleh PKI dengan memasang simbol-simbol dan
slogan PKI.
Memang malang nasibnya, semua
yang ada diacara tersebut ditangkap dan dituduh sebagai anggota PKI, kemudian
dipenjara.
Sama dengan nasib Desa Dukuh
Paruk, musim paceklik menjadi masalah besar. Karena paceklik terjadi di
beberapa daerah, terjadilah penjarahan dari kelompok Bakar. Warga Dukuh Paruk
ricuh dan tak berdaya. Akhirnya memutuskan untuk meminta bantuan kepada
kepolisian Dawuhan, namun ditolak karena dianggap sebagai antek-antek PKI.
Tarian Srintil tak sama dengan
yang dulu. Apalagi setelah mendekam dipenjara politik selama dua tahun. Guncangan
jiwa mengakhiri perjalanannya sebagai ronggeng.
Kondisi juga memaksa dirinya
untuk menikah dengan Bajus. Srintil berusaha untuk mencintainya, namun Bajus
justru menjual Srintil ke pegawai proyek.
Sontak gangguan jiwa Srintil semakin parah, hingga membuatnya hilang
akal.
Sampai akhirnya, lelaki yang
mencintainya yaitu Rasus, membawanya ke rumahsakit jiwa.
KOMENTAR :
Buku seorang Ahmad Tohari, cerita bertolak belakang dengan latarbelakang
beliau. Seorang Kyai besar, yang menulis novel yang berisi pelacuran dan seksualitas.
Namun dibalik itu, ada beberapa hal yang dapat diambil sebagai hikmah.
Pelacuran adalah penyakit di masyarakat anomi yang tak bermoral dan harus kita
sadari. Terdapat kisah historis penggambaran masa-masa PKI, sekaligus kritik
kepada pemerintah. Alur cerita yang sad
ending, membuat cerita Ronggeng Dukuh Paruk meninggalkan rasa
mengganjal dalam benak saya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar